Foto kami sebelum berangkat, dari kiri: Gue, Fiqri, Fajar, Harry |
Ini
adalah pendakian ketiga gue dan menjadi pendakian pertama gue tanpa senior. Lebih tepatnya kita semua newbie
untuk gunung Cikuray, gunung yang akan kita daki itu. Gue pribadi baru dua kali
naik gunung dan keduanya mendaki gunung yang sama, iya gue mendaki Gunung Gede
Pangrango dari dua jalur yang berbeda, pertama dari jalur Cibodas dan pendakian
kedua dari Gunung Putri. Motivasi gue mendaki gunung sendiri, jujur, sekali lu
pernah berada di puncak lu akan ingin berada di puncak-puncak lainnya, alam itu
luar biasa dan Tuhan sungguh maha pencipta. Selain itu gunung mengajarkan kita
tentang kerendahan hari, kesabaran, rasa syukur, semangat, solidaritas dan dapat
mengenal diri kita lebih jauh lagi.
Pemandangan Gunung Cikuray dari bawah |
Gue sendiri mendaki gunung bukan ikut-ikutan trend saat ini, kegiataan ini udah gue lakuin sejak pertama kali gue berada di kelas dua SMA tepat di tahun 2009, dan sekarang pendakian ketiga gue, gue udah berada di semester enam bangku kuliah.
Sebelumya,
sebelum kita berangkat, gue bingung mau izin sama bos gue untuk pendakian ini,
gue sendiri tidak terbiasa untuk berbohong dan akhirnya gue berkata jujur untuk
niat gue ini dan dengan penuh rasa syukur bos gue memberikan doa restu.
Akhirnya
kita berempat, gue, Harry, Fiqri dan Fajar melangkahkan kaki menuju Garut
tanggal 31 April pukul 17.30 WIB. Sebelum berangkat kami berdoa dan gue pribadi
berdoa agar perjalanan gue dan khususnya perjalanan kita kali ini diberikan
kelancaran dan dapat menjadi berkah untuk orang lain. Gue pegang dalam-dalam di
hati gue, berkah bukan seberapa banyak rezeki yang kita terima, tetapi berapa
banyak berkah yang kita berikan untuk orang lain dan doa yang gue ucapkan
tersebut benar-benar menjadi kenyataan.
Tepat
pukul jam enam sore kita sudah berada di bus jurusan Ciledug ke arah Terminal
Kampung Rambutan, lalu diteruskan dari Terminal Kampung Rambutan menuju
Terminal Guntur, sesampainya di Terminal Guntur pukul 4.30 WIB, lalu perjalanan
kami dilanjutkan dengan sebuah mobil pickup menuju kaki Gunung Cikuray.
Foto ketika kami berada di bus menuju terminal Guntur |
Ketika kami berada di bus menuju Stasiun Kampung Rambutan, kami bertemu seorang pengamen bernama Reza, seorang anak kecil berusia empat belas tahun, setiap hari Reza selalu mengamen selepas ia pulang sekolah. Kenapa anak itu gue tulis di blog gue? Ini alasannya, pendapatan Reza per sekali ngamen ia bisa mendapatkan Rp 60.000, bahkan jika sedang beruntung dalam sehari ia bisa mendapatkan uang Rp 1 juta, begitulah yang ia katakan kepada kami.
Mendengar
pengakuan anak kelas 2 SMP itu, gue lalu ingin beralih pekerjaan, kampret
bangetkan tuh anak! Reza bukan hanya kampret, ia juga menarik, ketertarikan
kami kepadanya tidak sampai disitu saja, ia juga berkata bahwa ia bercita-cita ingin
menjadi seorang pilot, tetapi anehnya ia tidak ingin menjadi orang kaya,
sungguh sebuah mimpi yang sangat bertolak belakang.
Secara
pribadi bocah itu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, ibunya bekerja
disebuah cafe, adiknya di rumah, kakaknya bekerja sebagai kenek bus dan ayahnya tengah dipenjara karena kasus
narkoba. Sayangnya ia tidak menjelaskan lebih jauh kenapa ia tidak ingin
menjadi orang kaya, tapi saat ia ditanya sekolah atau tidak ia menjawab.
"Ngapain
anak jalanan gak sekolah" emang kampret nih anak.
Tetapi
secara tidak langsung ia hanya ingin memberitahukan bahwa tidak semua anak
jalanan itu berandal, coba bandingkan saja dengan anak-anak seusianya di tempat
tinggal gue, sibuk menikmati masa kecil: Main motor, warnet, menghabiskan waktu
dengan gawai, merokok dan melakukan hal-hal yang tidak penting lainnya.
Sosok
anak itu patut menjadi panutan, meski anak jalanan berpenghasilan sangat luar
biasa ia tidak memiliki gawai dan tidak merokok, sungguh sangat aneh, banyak
uang tidak punya gawai, anak jalanan tapi tidak merokok, bercita-cita menjadi
pilot tapi tidak ingin menjadi orang kaya, kehidupan masa kecil yang sungguh
keras namun miliki sesuatu yang luar biasa jika dibandingkan anak seusianya di
lingkungan rumah gue, sayang pembicaraan kita hanya sesaat karena ia harus
melanjutkan kehidupannya dengan berpindah ke bus lainnya, tetapi dalam lubuk
hati gue yang terdalam ketika menulis perjalanan gue ini, gue berharap kelak lo
jadi orang yang berhasil Za.
Tepat pukul 7.30 WIB tanggal 1 Mei kita benar-benar mendaki Gunung Cikuray, hal pertama yang ada dibenak gue, asik nih gunung pendek! Tetapi kenyataannya gunung ini bukan hanya pendek, mendaki gunung ini sangat menyenangkan, sayang karena pekerjaan gue di kantor yang setiap harinya bekerja dengan duduk dan gue di kampus juga duduk, terlebih gue jarang olahraga kecepatan gue ketika mendaki bisa diibaratkan dengan seekor siput.
Diperjalan menuju puncak Gue ditinggal sama Fiqri dan Harry, tapi gue ditemani sama Fajar, disini gue belajar apa itu solidaritas dan bersabar, walau sebenarnya Fajar sudah gereget banget melihat kecepatan gue mendaki.
“Anak-anak
mana nih, anjir udah pos empat belum makan siang ini, gue udah lelah banget,
kalo gak ingat teman sudah gue makan duluan logistik nih ” ungkap gue kepada
Fajar di pos empat.
“Anak-anak
ada di pos lima kali, yaudah ayo kita jalan lagi” ungkap Fajar, disini gue tahu
apa itu semangat dan solidaritas.
Tapi
sayang hingga pos enam anak-anak tak kunjung terlihat, kaki gue udah pada
sakit, emang kampret kita kurang koordinasi dalam pendakian kita ini.
Menuju
pos tujuh kita ketemu kedua anak kampret itu, dalam benak kita berdua Fiqri dan
Harry sudah berada di puncak, sudah menderikan tenda dan makanan sudah siap.
Tapi, kenyataan memang kadang tidak seperti harapan, jangankan mendirikan
tenda, dapat lahan buat dirikan tenda saja kita tidak dapatkan, kadang disitu
saya merasa nyesek.
“Fiqri
lu di sini dulu yaa, gue mau ke atas dulu lihat apakah ada lahan buat kita
dirikan tenda” cerita Harry kepada gue ketika ia menuju pos 7.
Foto ketika kami di tenda, gue masih BT sama Harry dan Fiqri! |
Tapi sesampainya Harry kembali, lahan tempat kita sudah didirikan tenda lebih dahulu oleh kelompok lain, suasana hati kami menjadi kacau, mood hancur, apa lagi gue! Disitu gue merasa BT sama tuh anak berdua. Usut punya usut si Fiqri membagikan sebagian lahan kita kepada kelompok lain yang berasal dari Bekasi karena nasib kelompok mereka sama seperti kita, tidak mendapat lahan untuk mendirikan tenda. Balik lagi kepada doa gue sebelum berangkat
“Gue
pegang dalam-dalam di hati gue, berkah bukan seberapa banyak rizki yang kita
terima, tetapi berapa sebanyak berkah yang kita berikan untuk orang lain “
Mungkin
jika Fiqri tidak memberikan sebagian lahan kita untuk mendirikan tenda
pendakian kita ini tidak cukup menyenangkan, kenapa? Pertama ternyata tenda
kita telalu besar untuk didirikan dilahan yang sempit, namun dengan baik hati
kelompok tersebut meminjamkan kita tenda dan yang paling parahnya lagi gas yang
kita beli tidak pas dengan kompor yang kita punya! Anjirr bisa mati kelaparan
kita, tapi dengan sangat baik kelompok itu mau menukarkan gas milik mereka
kepada kita. Disini kami belajar berbagi, sebaliknya ketika persedian air
mereka tidak cukup banyak dan mereka membutuhkannya dengan sukarela kami
memberikan sebagian air milik kita kepada kelompok pendaki asal bekasi itu.
Tapi
gue ngeri karena kita tidak mendaptkan lahan untuk mendirikan tenda gara-gara
Fiqri membagikan lahan untuk kita untuk oran lain, akibatnya kita harus
mendirikan tenda dipingir jurang udah gitu konstruksi tanahnya bukan datar tapi
menurun, kita benar-benar bertahan hidup diperjalanan ini.
Foto kami bersama kelompok asal Bekasi |
Malamnya tenda mengalami masalah, dalam keadaan hujan tali pengikat tenda yang kita ikatkan dipohon putus, asem banget. Paginya jam enam hujan masih tak kunjung henti, gue sempat pesimis untuk mendaki ke puncak namun melihat banyak pendaki ke puncak, semangat kami untuk ke puncak semakin besar, balik lagi ke kelompok asal Bekasi itu, jika tanpa mereka mungkin kita akan sangat lelah karena harus membawa semua keril yang kita bawa hingga ke puncak, karena kami pada akhirnya menitipkan semua keril kepada kelompok mereka.
Di atas langit masih ada langit |
Foto kami ketika berempat ketika berada di puncak! |
Kapan ? |
Foto kami berempat ketika berada di puncak |
Yang bawa bendera merah putih namanya Andhika, gue udah jauh-jauh ke Garut sampai puncak gunung masih aja ketemu anak Patal, Bumi itu sempit |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar