Jumat, 24 April 2015

Sedikit Lebih Dekat dengan Kepala Yayasan Sasmita Jaya

Universitas Pamulang

Siapa yang menyangka jika sebuah yayasan pendidikan dengan puluhan ribu peserta didik yang telah berkembang menjadi sangat besar di kawasan kota Tangerang Selatan lahir dari sosok yang sederhana dan bersahaja. Darsono atau pak Dar, demikian kami mengenalnya, sosok sederhana yang terus termotivasi untuk terus bermanfaat bagi sesama.


Pengalaman dan Kisah Sulit Masa Lalu
Pak Dar pernah menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta jurusan ekonomi koprasi lulus dengan waktu delapan tahun. Sosok yang kita kenal sederhana itu menyelesaikan studi begitu lama bukan tanpa alasan, Pak Dar sendiri berjuang menuntut ilmu sambil bekerja sebagai pembuat batu-bata untuk membiayai kuliahnya.


“Dahulu ketika saya masih kuliah, saya juga bekerja menjadi pencari kulit padi untuk pembuatan batu-bata dari Yogya hingga Wonogiri, pernah juga tidak pulang hingga berhari-hari karena terjebaknya rusaknya jalan pegunungan, hingga keluarga menyatakan saya hilang. Padahal saat itu saya sedang Ujian Tengah Semester (UTS).” ujar Pak Dar.


Keluh kisah Pak Dar lagi, ia bahkan dahulu pernah mengulang satu mata kuliah hingga delapan semester dikarenakan dosen tersebut hanya melihat mahasiswa dari kehadiranya saja.


“Seingat saya dahulu, saya pernah mengikuti satu mata kuliah hingga delapan semester, karena dosen tersebut hanya menilai mahasiswa dari kehadirannya. Mahasiswa yang rajin diluluskan yang tidak rajin tidak diluluskan, hingga masuki tahap skripsi mata kuliah tersebut saya sampai berkunjung ke rumahnya untuk bisa mendapat nilai.” Tambah Pak Dar.


Berkat pengalaman hidupnya itu, ia pernah menjadi pengajar dan karena semua yang pernah ia rasakan untuk menuntut ilmu, Pak Dar bertekad untuk mebalas semua masa sulit kuliahnya dahulu dengan membangun Universitas Pamulang dengan harapan mulia untuk dapat berkontribusi melalui kesempatan pendidikan kepada semua kalangan masyarakat.


Tekad Kuat Menjadi Orang yang Berhasil
Bermula setelah lulus dari bangku sekolah Pak Dar meminta izin kepada kedua orang tua untuk mengadu nasib di Jakarta. Mengadu nasib di Jakarta nasib baik sempat menaunginya dengan diterimanya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) walaupun setelahnya ia mengundurkan diri dari PNS karena baginya pekerjaan tersebut tidak akan bisa merubah nasibnya dan karena untuknya ia tidak mau menerima nasib begitu saja.


“Prinsip saya adalah bekerja, berani melangkah dan mau melangkah karena saya tidak mau menjadi orang miskin dan menerima nasib begitu saja.” Ungkap pria yang telah menerima penghargaan ikatan alumni Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2014 itu.


Setelah keluar dari PNS Pak Dar membangun sekolah Yayasan sasmita Jaya dan setelahnya beliau mengakusisi Universitas Pamulang melalui naungan yayasan Sasmita Jaya di tahun 2000.

Mau untuk Melangkah dan Bekerja Keras
Menurut Pak Dar kebanyakan dari kita tidak mau kerja keras, tidak ada keberanian untuk berbuat sesuatu, padahal jika kita mempunyai keberanian untuk melangkah, kemungkian 50 persen kita akan berhasil dan 50 persen kita akan gagal. 

Pak Dar melanjutkan kebanyakan dari kita juga melangkah hanya menjadi sebuah angan-angan terlebih pada kalangan terdidik, padahal mereka juga tau konsep untuk menjadi kaya dan berhasil tetapi mereka tidak mau melangkah kesana. Jika hanya melamun tidak ada bedanya dengan tukang becak yang sedang melamun di atas becaknya.


“Mendakilah gunung yang tinggi secara berlahan kita akan tiba pada puncak, namun jika kita hanya melihat saja, kita tidak akan kemanapun, akhirnya kita hanya takut dengan tingginya puncak tersebut dan tidak akan kemana-mana” ujar pria yang terus mengelontorkan uang Rp 3,5 miliar untuk semua karyawannya itu.


Melalui Ilmu Akan Membawa Kesejahteraan
Pendidikan sangatlah penting, bahkan dahulu saya sampai nekat tetap bersekolah walaupun dilarang oleh kedua orang tua. Saya menyadari betul tanpa pendidikan kita akan menjadi orang terbelakang, oleh karenanya kita terus berjuang agar Universitas Pamulang bisa terus berkembang untuk bisa memberikan kesempatan pendidikan bagi semua lapisan masyarakat.


Pria yang suka berpenampilan sederhana ini meyakini melalui pendidikan bisa menjadi jalan keluar dari jeratan kemiskinan. Karena dengan adanya pendidikan derajat seseorang akan ditingkatkan menjadi lebih tinggi. Bodoh identik dengan kemiskinan, namun dengan ilmu, banyak jalan untuk membuat hidup menjadi lebih baik.


“Melalui pendidikan akan mebambah wawasan dan keterampilan pada diri kita, sehingga dapat meningkatkan produkstifitas, melalui ilmu juga bisa membawa kesejahteraan bagi hidup, namun jika ilmu tidak diaplikasikan maka ilmu itu akan menjadi sia-sia” tandas Pak Dar, anak keempat dari sembilan bersaudara dengan logat Jawanya yang masih terasa kental. (RFN/SNSA/FP/RS)



Tulisan ini gue buat bersama teman-teman sastra Indonesia ketika gue berada di semester empat, tulisan ini dibantu oleh Sudi, Firda dan Ratna, gue kangen sama masa-masa itu, sama seperti motto blog ini menulis untuk menjadi abadi. Walaupun masa-masa itu telah lewat melalui tulisan ini rasa itu akan pernah lewat. Terima kasih teman, terima kasih juga untuk dosen mata kuliah penulisan populer, Novi Diah Haryanti, tanpa arahan beliau dan dosen lainnya kita tidak akan berkembang hingga sejauh ini, terima kasih banyak.


Foto kenangan bersama Pak Darsono


Selasa, 21 April 2015

Ini Rintangan Terberat untuk Dapatkan Nilai A di Kampus

Seperti Inlah Rasanya!

Alih-alih mau berangkat pagi biar dapet tempat duduk paling aman untuk ujian tertulis (UTS) agar dapatkan nilai A, gue malah telat, telat gue bukan karena hal sepele, tapi oleh masalah serius! gue telat masuk kelas karena gue kebelet boker! Alasan yang sangat tidak terhormat, yang gue gak ngerti, kan gak lucu gue mengulang satu mata kuliah dengan alasan nahan boker, gue duduk depan dosen, gak bisa nyontek, mata kuliahnya juga gue ga ngerti dan berakhir dengan nilai D, cuman gara-gara nahan boker!


Jadi ceritanya gini, pagi-pagi gue udah bangun untuk berangkat kuliah, di perjalanan gua biasa aja, tapi pas gua udah deket kampus gue kebelet boker, gue nyampe parkiran buru-buru nyari toilet, saat itu ruangan gue dilantai empat, gue mau naik lift dari lantai satu tapi nunggu lama, terpaksa gua naik tangga.


Lanjut gue mau boker di lantai dua, eh toiletnya ga ada gayung! Kampret toilet kok ga ada gayung! Gimana gue ceboknya? Gua naik lagi kelantai tiga, lebih ngajakin ribut! Ia si ada gayung, tapi ada satu hal konyol yang ga ada? Pintunya gak bisa dikunci! 


Nah kalo gue lagi boker tiba-tiba ada yang masuk itu bagaimana? Berasa kena zonk tuh orang yang salah milih toilet, gue berinisiatif naik lagi kelantai empat, nah disinilah letak masalahnya, kalo dalam sastra ini adalah konflik dalam unsur intrinsik.


Pilihanya lu mau boker atau masuk kelas nyari tempat duduk favorit? Gue galau, gue bingung, gue kecewa, pecah kan saja gelasnya biar ramai *gajelas* akhirnya gue lebih milih boker dahulu dibandikan masuk kelas, lega si, tapi masuk kelas gue jadi duduk paling depan, duduk paling depan itu rasanya kaya boker dicelana! Percuma mending gua tadi ke kelas aja, sama-sama boker! Sama aja bodong, eh... maksudnya bohong.

Selasa, 14 April 2015

Surga Tersembunyi di Desa Sukaharja


Ini adalah perjalanan keempat gue dan akan menjadi perjalanan pertama yang gue tulis di blog gue. Perjalanan pertama ini gue mau menuju Gunung Batu Jonggol, namanya udah absurd dan tampak sangat tidak familiar di telinga gue. Diperjalanan pertama ini gue masih belum punya alat komunikasi ataupun kamera yang gue inginkan, rasanya itu cediiiih. Tapi tak apalah temen gue udah beli kamera, lebih tepatnya minjem kamera jadi semua diharapkan akan baik-baik saja.


Perjalan kami tahun 2014

Perjalanan kami untuk kedua kalinya tepat di bulan yang sama yang paling gue gak ngerti sama Fadli bajunya masih sama kaya tahun lalu gue curiga dia emang gak punya baju lagi

Pagi itu gue bangun jam 7.30 bergegas menyalakan kompor dan memanasi air. Gue ingin mandi  dengan air hangat, begitulah ceritanya. Sebelumnya, sebelum tanggal 3 April 2015 bisa dibilang seharian hujan telah menghiasi langit kota gue, kota Tangerang Selatan. Malamnya kami berkumpul. Gue, Harry dan Fadli untuk merencanakan perjalanan kedua kami dengan percaya dirinya gue berkata.


“Malam ini terang Bulan gue yakin besok bakalan cerah.”


Besok paginya tepatnya hari ini gue lihat cuaca, langit kurang begitu cerah! Apa yang salah? Gue berinisyatif membuka situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (atau lebih sering dikenal BMKG), sebelumnya bernama Badan Meteorologi, dan Geofisika (disingkat BMG) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika.

Prediksi BMKG sebelum gue berangkat dan prediksi tersebut akurat

Prediksi mengatakan sampai dua hari kedepan akan turun hujan! Gue gak mau jadi orong bodoh yang terlalu cepat bertindak ataupun orang pintar yang terlalu lama berpikir, gue hanya ingin semua tepat disaat yang tepat. Karena prediksi mengatakan hujan berarti gue harus persiapkan semua perlengkapan dengan baik.


Akhirnya perjalanan pertama kami yang akan gue terbitkan di blog gue ini benar-benar terjadi. Perjalanan kami diawali dengan doa tepat di hari Jum’at 3 April 2015 pada awalnya kita berangkat pukul 9.00 tapi apalah mau dikata namanya juga Indonesia jamnya suka melar, akhirnya kita jalan pukul 11.00. Baru diawal perjalanan kami sudah mendapat cobaan! Celana Fadli pada bagian pantat robek.


Loh ini pantat siapa!!!

Setelah Fadli berganti celana kami bergegas menuju ke tempat penyewaan tenda di Jl. WR Supratman, Gg. Bacang No. 73 (Belakang Kampus UIN Jakarta) tapi sayang tempat penyewaan tendanya sudah berpindah. Kami sempat khawatir, untungnya kami direkomendasikan ketempat pindahnya penyewaan tenda tersebut. Secara singkat kami benar-benar menuju Gunung Batu Jonggol tepat pukul 13.00. beginilah rute perjalanan kami.


Ini awal perjalanan kami


Setelah mendapatkan tenda dengan penyewaan dua hari dengan biaya total Rp 50.000 kami berangkat dari UIN menuju Cileungsi untuk istirahat sebentar di tempat kakaknya Fadli. Total 3 jam waktu yang kita habiskan untuk mencapai Cileungsi dari kampus UIN.

Langkah kedua kami setelah berhasil mendapatkan tenda

Kita bersantai sejenak dikediaman kakaknya Fadli, makan nasi Padang, eh pas kita mau berangkat lagi kita malah dikasih uang. saat itu gue berpikir ingin main ketempatnya kakaknya Fadli setiap hari, kan numayan.

Kita istirahat sejenak di kediaman kakaknya Fadli

Akhirnya kita berangkat dengan keraguan walaupun awalnya gue menyarankan naik angkutan umum, bukan dengan menggunakan sepeda motor, kita akhirnya sepakat melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor, di tahap ke tiga ini diperjalanan sangat menyenangkan karena tidak ada asap dari kendaraan seperti truk, karena jalan menuju Gunung Batu Jonggol di tahap ketiga ini sangat sejuk.

Trek tahap ketiga menuju Gunung Batu Jonggol

Penampakan Gunung Batu Jonggol dari kejauhan

Peta perjalanan jalur menuju Gunung Batu Jonggol dari Cileungsi

Akhirnya kita tiba di pintu masuk gerbang Gunung Batu Jonggol pukul 16.50 pintu masuknya sendiri bermedan batu berhubung prediksi BMKG bakalan hujan, sore itu di Bogor memang hujan, jalan yang harus kita lalu sengat sulit karena jalan berbatu menjadi licin membuat roda menjadi slip. Kami bersyukur kami tiba di kaki Gunung Batu Jonggol pukul 17.50 sayangnya kita hanya bisa menikmati senja di kaki gunung, padahal awalnya kita ingin menikmati matahari terbenam setidaknya berada di perjalanan ketika mendaki. tapi apalah arti matahari terbenam itu hanyalah sebuah bonus.

Pintu Gerbang Gunung Batu Jonggol
Trek menuju kaki Gunung Batu Jonggol

Tarif  parkir Gunung Batu Jonggol

Bonus yang kami lewatkan
Akhirnya kita tepat sampai di bawah Gunung Batu Jonggol tepat pukul 18.00 lihat saja foto di atas itulah sedikit bonus yang kami dapatkan. Setelah memakirkan motor dengan biaya Rp 20.000 kita lalu bergegas naik ke atas dan mendirikan tenda.

Trek awal menuju ke puncak Gunung Batu Jonggol
Sayangnya gue lupa kapan kita tidur pada malam harinya, walaupun informasi tersebut tidak penting. tetapi yang pasti ketika malam gue keluar tenda satu hal yang gue inginkan, suatu saat nanti gue akan bawa orang yang gue sayang berada di atas sini atau di tempat lainnya merasakan apa yang gue rasakan, berbagi rasa tentang keindahan malam, kerlap-kerlip lampu perkotaan, terangnya bulan, bintang dan indahnya kebersamaan.

Berikut ulasan foto perjalanan kami :

Makan malam kami

Pemandangan dari puncak Gunung Batu Jonggol menjelang matahari terbit

Tahap terakhir mencapai puncak

Pemandangan dari puncak



Bertiga mulu!

Minum kopi di puncak

Hidup hanya sekali dan muda hanya satu kali

Buat kamu, iya kamu!

Turun dari puncak Gunung Batu Jonggol

Pemandangan dari atas sampai ke bawah

Pemandangan dari bawah


Hidup hanya sekali dan muda hanya satu kali

Hidup hanya sekali dan muda hanya satu kali

Sarapan pagi

Gunung Batu Jonggol! Terima kasih!