Jumat, 18 September 2015

Ini Teruntuk Sahabat-sahabat Gue Tercinta


Apa kabar pembaca? Sudah lama banget gue engga nge-Blog, tempo hari netbook gue keypad-nya rusak, sekarang netbook gue suka mati sendiri. Itulah alasan kenapa gue jadi jarang nulis lagi di Blog. Bagaimana kabar kalian semua? Kalo gue lagi mau mencoba garap propasal skripsi nih.


Oh iya sekarang gue sudah masuk semester tujuh loh, itu berarti tahun depan gue sudah bertekad untuk lulus kuliah. Tapi kenapa gue merasa sedih yah saat nulis kalimat lulus kuliah. Kuliah gue banyak banget perjuangannya sob, jika diceritakan sedih deh pokoknya.


Kegelisahan apa yang akan gue bakalan tulis kali ini?  Gue mau nulis tentang Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Untuk pembaca gue yang masih sekolah gue kasih tahu yah, IPK itu rekapan nilai selama lo kuliah, IPK gue sendiri saat ini masih di bawah angka 3, jika gue boleh mengelak fokus gue terbagi dua antara kerja dan kuliah, wajarlah jika IPK gue biasa aja, tapi gue sebel sama temen-temen gue yang mendewakan IPK, menurut gue IPK memang penting namun nilai bukanlah segalanya.


Untuk semua mahasiswa yang mendewakan IPK, lo harus mengetahui hal ini!


IPK tidak menjamin pekerjaan lo nantinya
Kita selalu beranggapan bahwa dengan IPK kita yang di atas 3,5 itu akan menjamin masa depan kita kelak. Perusahaan yang kita lamar gak bakalan bertanya seberapa tinggi IPK kita. Melainkan etika, kemampuan dan pengetahuan kita yang bakalan dilihat perusahaan. Apa yang bisa lo berikan untuk perusahaan itulah yang akan dinilai, bukan IPK 3,5 lo yang dibanggakan saat kuliah itu.


IPK tidak menentukan seberapa pintar seorang mahasiswa
IPK bukanlah segalanya, karena bukan kepintaran yang membuat kita mampu menjawab soal ujian (yang menjadi faktor penentu IPK). Kita memang diajarkan untuk mengingat pelajaran bukan untuk memahami pelajaran yang kita dapatkan dan mempertangungjawabkannya di masyarakat, tetapi seberapa hebat kita mengingat pelajaran itulah yang menjadi penentunya.


Banyak orang-orang sukses tanpa bermodalkan ijazah
Salah satunya ialah Steve Jobs, ia merupakan orang sukses tanpa bermodalkan ijazah, apa lagi IPK di atas 3,5 yang kita banggakan itu. Steve Jobs tidak pernah menyelesaikan kuliahnya. Namun meski mengalami masa-masa susah kala memutuskan drop out, Jobs menyatakan keluar dari kuliah adalah salah satu keputusan terbaiknya.


Tahun 1972, Jobs masuk kuliah di Reed College di Portland, Oregon. Dia memutuskan drop out setelah baru 6 bulan kuliah. Jobs merasa tidak cocok dan tidak mau menghamburkan uang orang tua untuk ongkos kuliah.


Steve Jobs Gagal setelah memutuskan berhenti kuliah? Tidak, sesudah DO, perjalanan hidup Jobs berliku-liku. Dia pernah ditendang dari Apple tahun 1984. Padahal, Apple adalah perusahaan yang didirikannya bersama Steve Wozniak. Namun ia kembali sukses dengan menjadikan studio film Pixar bertaji di industri film animasi. Kemudian ia kembali pada Apple tahun 1997, lalu menjadikannya begitu jaya hingga sampai saat ini.


Mau apa lo setelah lulus nantinya?
Banyak banget temen gue yang kalo gue tanya, “Lo kalo lulus nanti mau jadi apa?” jawabnya pada “Gatau” itulah kenapa data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terlihat seperti nyata jika jumlah pengangguran sarjana atau lulusan universitas pada Februari 2013 lalu mencapai 360 ribu orang, atau 5,04% dari total pengangguran yang mencapai 7,17 juta orang. Bayangkan men, apa lagi sekarang mata uang Dollar menggila, harga kebutuhan semakin tinggi, PHK ada dimana-mana, lo masih gatau ditanya lulus mau ngapain, tapi kita masih bangga-banggakan IPK kita yang tinggi itu?


Naif jika bilang IPK tidak terlalu penting
Tak dapat dipungkiri, IPK tinggi bisa melancarkan seleksi berkas lo saat melamar kerja nanti, namun pengalaman, pengetahuan dan kemampuan lo tidak bisa dilupakan begitu saja untuk menjadi daya tarik perusahaan selain nilai IPK.


Menulis itu sederhana. Menulislah dari hati, biarkan makna tersampai pada mereka yang mengerti

Gue percaya hal tersebut, biarkanlah tulisan ini sampai kepada mereka yang mengerti. Apa lagi teruntuk anak sastra, perhatikanlah EYD kalian saat nulis apapun, percayalah gue sedih melihatnya, gunakanlah tanda titik dengan benar, tempatkanlah penggunaan konjungsi (di) dengan tepat, malu sama jurusan, malu sama IPK yang kita yang tinggi itu.

Sabtu, 08 Agustus 2015

Pendaki-pendaki Kekinian? Apa Kita Termasuk di Dalamnya?



Gue kali ini mau nulis tentang kegelisan gue soal mendaki, iya hobi gue, bukan hobi si, sebenarnya lebih ke passion gue. 


Seperti yang sudah gue tulis sebelumnya, gue mendaki pertama kali sejak gue masih SMA di tahun 2009 dan sekarang sudah enam tahun berlalu sejak pendakian pertama gue. Sejak pendakian pertama itu gue merasakan ada sesuatu hal yang patut menjadi diskusi untuk kita semua.


Kalian pernah mikir gak kenapa banyak banget pendaki beberapa tahun belakang, lebih tepatnya sejak sebuah film bertemakan pendakian sebuah gunung dirilis di masyarakat, menurut gue film tersebut memberikan dampak pada tingkat kepopuleran kegiatan mendaki, selain itu media sosial juga ikut serta dalam meningkatkan stimulus masyarakat, khususnya pemuda pada kegiataan olahraga yang menghabiskan biaya cukup mahal ini.


Efek Media Sosial
Coba deh mulai saat ini sebelum mendaki kita tanamkan dalam diri kita khususnya buat gue sendiri untuk tidak ada Path dan Instagram atau media lainnya untuk pendakian kita, bukan apa-apa gue takutnya motivasi kita mendaki menjadi berbeda, yaa walaupun motivasi setiap orang berbeda-beda. Tetapi apakah kita bisa tidak mempublikasikan pendakian kita untuk orang lain? Apa kita harus melupakan tragedi Merapi? Tragedi Gunung Batu Jonggol dan tragedi lainnya yang patut menjadi pelajaran untuk kita semua.


Efek Film 5 Cm
Film 5 cm merupakan film drama Indonesia yang dirilis pada akhir tahun 2012. Film tersebut berceritakan tentang lima remaja yang telah menjalin persahabatan sepuluh tahun yang berkeingian mendaki sebuah gunung yang diotaki oleh seorang tokoh. Film ini sendiri berdampak cukup besar sebanding dengan media sosial untuk kepopuleran mendaki gunung.


Efek Domino dan Kenyataan yang Harus Dihadapi
Semakin Populernya dan semakin banyaknya minat pemuda untuk mendaki sebuah gunung menyisakan hal-hal negatif, terutama pendaki yang entah kenapa bisa dapat wahyu yang tak tahu asalnya, tiba-tiba mereka mendaki Gunung Semeru, Rinjani maupun gunung tertinggi lainnya, lalu menggembar-gemborkan ke media sosial telah mendaki kesalah satu gunung tertinggi di Indonesia itu, menyebalkan? bagaimana dengan perasaan gunung-gunung yang lainnya? Terus gunung yang lain lo anggap kecil, sehingga lo gak mau mendakinya terlebih dahulu?


“Lo abis mendaki kemana Bro?” tanya gue.
“Abis dari Semeru” jawab sohib gue.
“Lo pernah mendaki kemana aja?” tanya gue.
“Semeru Pendakian pertama gue”  jawab sohib gue.

Ini serius percakapan nyata, mungkin kalian pernah mendengar percakapan ini juga?


Banyaknya Sampah di Trek Pendakian
Ya, inilah hal paling menyebalkan, bagaimana tidak? Banyak pendaki yang dengan sengaja atau tidak meninggalkan sampah dari logistik yang mereka bawa. Dulu zaman pertama kali gue mendaki semua data logistik dicatat dan ketika hendak turun diperiksa, sehingga tidak mungkin banyaknya sampah berserakan di trek pendakian.


Harapan
Gue ingin banyak pendaki punya rasa segan untuk melakukan sebuah pendakian, tidak tiba-tiba ke Semeru, tiba-tiba ke Rinjani. Sebenernya itu hak mereka tapi apa tidak sebaiknya semuanya bertahap. Terakhir bawa sampah yang kita ciptakan hingga turun ke bawah, karena gunung bukanlah tempat sampah, namun tempat untuk kita menikmati dan mensyukuri ciptaan Tuhan.

Yaaa segitu dulu yaa teman-teman pembaca semoga bermanfaat, kalian juga bisa berkomentar tentang pendakian kalian di kolom komentar, terima kasih telah berkunjung.

(Gue bangga bawa sampah sampai bawah, karena gunung bukanlah tempat sampah)


Selasa, 04 Agustus 2015

Ini Kentut Bangetkan?



Selamat pagi, siang, sore dan malam bagi pembaca gue yang angin-anginan, waduh udah lama nih ane gak ngeblog (emot sedih bagaimana caranya gak mau tahu) ane gak ngeblog karena keyboard netbook ane lagi rusak, eh sekarang udah sehat kembali jadi sekarang ane udah siap berbagi apapun yang ada di dalam otak ane, ettt bukan duit woy! Gue gak punya duit, adanya uang, sama aja yak.


Gue percaya sebuah karya hadir dari sebuah kegelisan, kalo kata Radityadika gelisah dulu sukses belakangan, dan sekarang gue bakalan share kegelisahan gue terhadap pembelajaran yang gue alami.


Jadi tadi temen ane namanya Jojon (nama sebenarnya) ada sedikit masalah gitu dengan dosen, jadi doi dapet tugas drama, lalu dari drama itu dikumpulkan disebuah flasdisk, lalu doi berkomentar, begini kira-kira percakapannya.


“Baiklah anak-anak, tugas dikumpulkan ke dalam flasdisk kelompok kalian masing-masing” seru dosen mawar.


“Bagaimana jika dikumpulkan ke dalam satu flasdisk saja pak” tanya Jojon, ceritanya selesai biar kalian tebak sendiri bagaimana akhir cerita Jojon.


Menurut kalian apa yang salah pada kita? gue di sini mau mengulas beberapa hal yang patut diluruskan pada kita.


Sistem Pendidikan
Gue bingung sama sistem pendidikan kita yang melihat mahasiswa hanya dari kehadiran, jika kehadirannya baik nilai juga pasti baik, bagaimana bisa? Bagaimana kalo gue cuman dateng ke kelas lalu tidur? Dateng main gawai atau dateng cuman bengong? Gue pengen mahasiswa punya integritas katakan iya jika itu iya dan tidak jika itu tidak.


Nilai Adalah Segalanya
Kentut iya emang kentut, nilai adalah segalanya, bagaimana bisa seorang mahasiswa  bisa berkarakter jika hanya nilai yang menjadi acuan, bahkan seorang ilmuwan besar abad ke-20 berkata bahwa banyak orang bilang kecerdasan yang membuat ilmuan besar, tapi mereka salah karakterlah yang membuatnya. Kalian bayangkan hidup tanpa karakter bagai novel tanpa warna , datar kaya buku ilmiah.


Perusahan Mencari Pekerja dengan Jurusan Apapun
Sebenarnya ini lebih kentut sekentut-kentutnya, lo jurusan teknik kerja di Bank? kentut kan, inilah salah satu faktor mahasiswa enggan kritis karena masih banyak perusahaan yang mencari calon pegawai hanya berdasarkan gelar, bukan berdasarkan kemampuan. Jadi balik lagi keorientasi mereka dapat nilai bagus, lulus dan kerja. Buta pada kenyataan pada hal-hal melenceng yang harusnya diluruskan.


Pilihlah Kampus yang Mempuni
Legowolah teman, semua sesuai dengan teori sebab akibat, ente gak mungkin berlayar dengan kapal reot dengan layar kecil, ente harus berada di kapal besar dan kuat untuk siap melawan terjangan ombak, itulah kenapa banyak orang berduit pada belajar di luar negeri.

Ya kesimpualannya ane bakalan lebih sering-sering ngeblog, kalian jangan lupa ya untuk selalu mampir ke blog gue ini, terima kasih, salam hangat dari Adit (Enek).


Jumat, 29 Mei 2015

Pandangan Terbalik Kita Terhadap Filosofi Monozukuri





Akhir-akhir ini kita diramaikan oleh hal-hal yang berbau palsu di masyarakat, mulai dari makanan yang ditambahkan dengan bahan yang tak pantas untuk meraup keuntungan yang lebih banyak, hingga ijazah yang dimanipulasi. Sebenarnya apa yang salah dengan kita?


Kenapa kita tega dan bisa melakukan ini dari kelas kecil hingga kalangan kelas atas, tetapi yang paling menyedihkan ialah saat ijazah bisa kita manipulasi.


Gue artikan ini semua sebagai tamak, secara bahasa tamak berarti rakus. Sedang menurut istilah tamak adalah cinta kepada dunia (harta) terlalu berlebihan tanpa memperhatikan hukum haram yang mengakibatkan adanya dosa besar. 


Tabiat orang tamak ialah senantiasa lapar dan dahaga dengan urusan dunia. Makin banyak yang diperoleh dan menjadi miliknya, semakin rasa lapar dan dahaga untuk mendapatkan lebih banyak lagi, padahal :


“Pedagang yang jujur dan terpercaya akan dibangkitkan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan para syuhada” (HR. Tirmidzi no.1209).


Di sini gue ingin membahas logika terbalik, disaat kita memperaktekan kegiataan tidak terhormat ini, di Jepang malah terbalik. Jika kita punya filosofi keuntungan nomer pertama di Jepang punya filosofi Monozukuri.


Secara etimologis, Monozukuri berasal dari kata "mono" yang berarti produk atau barang dan "zukuri" yang berarti proses pembuatan, penciptaan atau produksi.



Inilah yang membentuk suatu kultur yang baik. Monozukuri timbul dari sisi manapun, misalnya dalam produksi mobil, umumnya buruh di Jepang bekerja dengan tradisi menjaga atau mempertahankan mutu untuk hasil yang terbaik bagi masyarakat luas maupun pelayanannya guna membangitkan ekonomi industri itu sendiri. Tentunya hal ini diiringi dengan beberapa aspek seperti kesejateraan, keikhlasan dan filosofi Monozukuri itu sendiri.


Salah satu bukti dari keberhasilan filosofi ini ialah Toyota baru-baru ini dinobatkan sebagai merek otomotif yang paling berharga di dalam studi BrandZ Top 100 Most Valuable Global Brands 2015.


BrandZ Top 100 Most Valuable Global Brands merupakan satu-satunya studi untuk menggabungkan langkah-langkah dari ekuitas merek berdasarkan wawancara dengan lebih dari dua juta konsumen global di lebih dari 30 negara.


Penilaiannya penghargaan itu berupa persepsi konsumen dari sebuah merek dalam menentukan nilai merek, karena nilai merek merupakan kombinasi dari kinerja bisnis, pengiriman produk, kejelasan posisi, dan kepemimpinan.


Lalu maukah kita menjadi bangsa yang berkualitas dari berbagai bidang? Bukan hanya berkaca pada keuntungan dan merugikan bangsa kita sendiri?


“Don’t look the book by its cover.”



Jumat, 15 Mei 2015

Sisi Lain dari Wayang yang Wajib Kita Ketahui

Museum Wayang


Kemarin gue sengaja mengunjungi Museum Wayang yang terletak di Jalan Taman Fatahillah, yang paling gue ga ngerti adalah kenapa gue mau bela-belain ke Museum Wayang buat pembaca blog gue. Dari perjalanan gue kemarin gue dapatakan sesuatu yang gue anggap menarik tentang wayang, berikut ulasan gue ketika gue berada di Museum Wayang. Semoga bisa menambah pengetahuan kita semua tentang wayang.




1) Boneka Unyil muncul dan terkenal di stasiun TVRI pada tahun 1970 yang diprakarsai oleh Drs. Suyadi atau yang kita kenal sebagai Pak Raden dalam salah satu karakter dalam boneka anak tersebut.  Pada masa jayanya tayangan Unyil juga sangat digemari dan diminati terutama oleh anak-anak. Berikut tokoh-tokoh dalam Boneka Unyil : Unyil, Pak Raden, Bu Bariah, Ucrit, Usro, Pak Ogah, dll.






2) Si Pitung, siapa yang tidak kenal jawara dari Betawi ini? Pitung sendiri merupakan tokoh asal Betawi yang membumi dan merupakan seorang muslim yang saleh, sosok Pitung juga sebagai contoh bagi keadilan sosial.


Pada tahun 1892 Si Pitung dikenal sebagai "One Bitoeng" kemudian berganti menjadi "Si Pitoeng" nama asli dari jagoan Betawi ini ialah Salihoen. Pitung lahir di daerah Pengumben, Rawa Belong, Ayah dari Pitung sendiri bernama Piung dan Ibunya Pinah, selain itu ia dibesarkan dari pendidikan pesantren.

Si Pitung merupakan tokoh dalam kisah Betawi pada masa lampau, sosok ini terkenal sebagai perampok, ett jangan negatif gitu, hasil rampokan dari Pitung itu justru dibagi-bagikan oleh orang yang menderita, kisah keberanian Si Pitung ketika melawan Belanda hingga saat ini juga masih sangat melekat di hati masyarakat Betawi. Bahkan kisah Si Pitung kerap diceritakan pada partunjukan lenong Betawi.




3) Anak laki-laki itu dinamakan Jampang. la lahir di desa Jampang daerah Sukabumi Selatan. Bapaknya berasal dari Banten dan ibunya berasal dari desa Jampang. Anak laki-laki itu tinggal di rumah pamannya di daerah Grogol Depok. Pada kisahnya pamannya itu sangat sayang kepada Jampang, karena ia merupakan seorang yatim piatu yang sangat memerlukan perlindungan. 

Karena teramat sayang kepada Jampang, lalu ia membawa Jampang dari desa Jampang ke Grogol Depok. Di rumah pamannya, Jampang dibesarkan bagai anak sendiri. Agar Jampang memiliki bekal untuk hidupnya, oleh pamannya ia disuruh mengaji pada seorang guru ngaji di Grogol Depok. Jampang juga disuruh belajar ilmu bela diri.

Ciri-ciri fisik pada boneka Jampang ialah tubuhnya besar dan gagah, kumis melintang, berbaju hitam dengan bagian dada terbuka, dan kain sarung melilit di pinggangnya.

      

4) Sebut saja Jembatan Ancol yang sebenarnya dahulu merupakan jembatan goyang yang terletak di daerah Jakarta Utara.  Jembatan ini sendiri lebih terkenal dari jembatan lainnya yang ada di Jakarta. Bukan karena keunikan bentuk dari jembatan ini yang membuat jembatan ini tersohor, tetapi melainkan cerita dari jembatan ini.

Pada tahun 1995, dua tahun sebelum gue lahir, pada kisahnya seorang pelukis di Ancol didatangi oleh seorang perempuan yang minta untuk dilukis, padahal ketika itu hari sudah mulai gelap dan bergerimis.

Sesuai dengan permintaan wanita tersebut sang pelukis mulai menyapukan kuasnya di atas kanvas, namun saat sang pelukis baru melukis setengah badan dari wanita tersebut, wanita itu menghilang. Horor kan, tapi lebih horor lagi buat lo yang udah lama ngejomblo. Setelahnya warga sekitar menyebut wanita itu dengan nama Si Manis Jembatan Ancol.


Lalu siapakah sosok sebenarnya dari Si Manis Jembatan Ancol? Penting gak gue bahas? Berdasarkan tradisi lisan yang berkembang di masyarakat sekitar, sosok hantu tersebut bernama Maryam, namun ada juga yang menyebut nama gadis itui Rahmat Fajar Nugraha! Bukan! Itu nama gue.


Mitosnya gadis itu, inget Maryam! Merupakan kembang desa yang meninggal secara tidak wajar dan jasadnya dibuang di Jembatan tersebut, dan hingga saat ini kisah dari Si Manis Jemabatan Ancol masih dipercaya oleh masyarakat sekitar.




5) Wayang kancil diciptakan oleh Ki Ledjar Subroto pada tahun 1980, wayang ini merupakan gambaran dari budi pekerti seseorang yang tergambar dari peran kancil, Kenapa bisa bisa disebut gambaran dari budi pekerti? 

Pada ceritanya, walaupun binatang tersebut memiliki badan yang kecil tetapi memiliki banyak akal sehingga selalu terhindar dari malapetaka yang menimpanya. Kisah pewayangan kancil ini juga sangat terkenal dikalangan anak-anak Jawa hingga sampai saat ini.



               


6) Wayang Kulit Revolusi atau Wayang Suluh, gue sangat kaget melihat wayang ini! kenapa? Ternyata wayang juga dijadikan alat sebagai melawan penjajahan, gue kira wayang cuman sekedar alat untuk penyebaran agama Hindu di Indonesia, ternyata engga. 

Wayang ini dibuat oleh Raden Mas Said seorang Pujangga Keraton Surakarta Hadiningrat yang diperkirakan dibuat pada tahun 1936 M. Wayang ini bukan hanya buat gue kaget, tapi gue juga sedih karena wayang ini sempat berada di Belanda dan dengan segala upaya dari Indonesia akhirnya wayang ini kembali di Indonesia dan sekarang disimpan dengan rapi di Museum Wayang sejak tahun 2005.

Tema pada wayang di atas adalah agresi militer Belanda pada tahun 1947 hingga 1948.





7) Wayang Kulit Sadat merupakan kisah pewayangan yang bercerita tentang cerita-cerita sejarah Islam di Nusantara, kisahnya sendiri diambil dari akhir kerajaan Majapahit sampai awal kerajaan Mataram. Menariknya, jika wayang pada umumnya hanya dipentaskan malam hari, tetapi wayang ini juga bisa dipentaskan ketika siang hari.


                    



8) Munculnya Wayang Wahyu merupakan gagasan dari Booder Timo Heus Wignyosubroto seorang pastur asal Surakarta. Munculnya Wayang Wahyu ini karena ia menyaksikan pagelaran wayang kulit pada tahun 1957 di Himpunan Budaya Surakarta, setelahnya ia tergerak untuk menciptakan kisah Wayang Wahyu Ini.

Wayang ini sendiri dibuat untuk kepentingan visualisasi agama Kristen yang umumnya dipentaskan ketika hari besar agama Kristen, misalnya di daerah Pakem, Yogyakarta.

Selain itu, wayang ini pertama kali dipentaskan pada tanggal 2 Febuari, hingga sampai saat ini tanggal tersebut diperingati sebagai hari kelahiran Wayang Wahyu.





9) Pada masa lalu pertunjukan wayang kulit masih menggunakan lampu penerang pada layar/geber dengan memakai bahan bakar berupa minyak kelapa yang diberi sumbu benang atau kapas. Lampu yang berbasis minyak inilah yang dikenal dengan sebutan Blencong. Blencong yang dipamerkan pada Museum Wayang merupakan hibah dari Kolonel (Purn) Cassel A Heshisius yang sudah ia miliki sejak tahun 1925. Kemudian pada tanggal 1 Agustus 1976 Blencong tersebut disumbangkan di Museum Wayang. Blencong surupa juga terdapat dipura Mangkunegaran Surakarta.

Kesimpulan yang bisa gue ambil dari kunjungan gue ini ialah wayang mempunyai peran vital untuk perkembangan bangsa Indonesia, perannya sendiri menjadi kita bangsa yang berkarakter ramah melalui masuknya agama Hindu di Indonesia. Bukan hanya itu, wayang juga sebagai alat pemersatu bangsa untuk melawan penjajah (Wayang Revolusi), propaganda masuknya agama lainnya seperti Wayang Sadat dan Wahyu, pengingat sejarah seperti pada boneka Pitung, Jampang dan Si Manis Jembatan Ancol, dan sebagai alat berekspresi manusia untuk menyampaikan nilai-nilai kebaikan seperti pada Boneka Unyil dan Wayang Kancil.

Selain itu, Gue menyarankan buat kalian yang tertarik untuk mengenal sejarah Indonesia lebih dalam datang langsung ke Belanda, sepertinya negara tersebut miliki catatan sejarah  yang bisa kita pelajari lebih dalam lagi untuk negara kita ini.

Sebenarnya peran wayang masih sangat mendalam bagi bangsa Indonesia, gue nulis kesimpulan ini hanya berupa pengamatan gue di Museum Wayang dan masih sangat jauh dari kata dalam, jika kalian punya opini untuk peran wayang bagi Indonesia silahkan berkomentar.

Selasa, 05 Mei 2015

Pelajaran dari Sebuah Pendakian

Foto kami sebelum berangkat, dari kiri: Gue, Fiqri, Fajar, Harry

Ini adalah pendakian ketiga gue dan menjadi pendakian pertama gue tanpa senior. Lebih tepatnya kita semua newbie untuk gunung Cikuray, gunung yang akan kita daki itu. Gue pribadi baru dua kali naik gunung dan keduanya mendaki gunung yang sama, iya gue mendaki Gunung Gede Pangrango dari dua jalur yang berbeda, pertama dari jalur Cibodas dan pendakian kedua dari Gunung Putri. Motivasi gue mendaki gunung sendiri, jujur, sekali lu pernah berada di puncak lu akan ingin berada di puncak-puncak lainnya, alam itu luar biasa dan Tuhan sungguh maha pencipta. Selain itu gunung mengajarkan kita tentang kerendahan hari, kesabaran, rasa syukur, semangat, solidaritas dan dapat mengenal diri kita lebih jauh lagi.

Pemandangan Gunung Cikuray dari bawah

Gue sendiri mendaki gunung bukan ikut-ikutan trend saat ini, kegiataan ini udah gue lakuin sejak pertama kali gue berada di kelas dua SMA tepat di tahun 2009, dan sekarang pendakian ketiga gue, gue udah berada di semester enam bangku kuliah.


Sebelumya, sebelum kita berangkat, gue bingung mau izin sama bos gue untuk pendakian ini, gue sendiri tidak terbiasa untuk berbohong dan akhirnya gue berkata jujur untuk niat gue ini dan dengan penuh rasa syukur bos gue memberikan doa restu.



Akhirnya kita berempat, gue, Harry, Fiqri dan Fajar melangkahkan kaki menuju Garut tanggal 31 April pukul 17.30 WIB. Sebelum berangkat kami berdoa dan gue pribadi berdoa agar perjalanan gue dan khususnya perjalanan kita kali ini diberikan kelancaran dan dapat menjadi berkah untuk orang lain. Gue pegang dalam-dalam di hati gue, berkah bukan seberapa banyak rezeki yang kita terima, tetapi berapa banyak berkah yang kita berikan untuk orang lain dan doa yang gue ucapkan tersebut benar-benar menjadi kenyataan.



Tepat pukul jam enam sore kita sudah berada di bus jurusan Ciledug ke arah Terminal Kampung Rambutan, lalu diteruskan dari Terminal Kampung Rambutan menuju Terminal Guntur, sesampainya di Terminal Guntur pukul 4.30 WIB, lalu perjalanan kami dilanjutkan dengan sebuah mobil pickup menuju kaki Gunung Cikuray.

Foto ketika kami berada di bus menuju terminal Guntur

Ketika kami berada di bus menuju Stasiun Kampung Rambutan, kami bertemu seorang pengamen bernama Reza, seorang anak kecil berusia empat belas tahun, setiap hari Reza selalu mengamen selepas ia pulang sekolah. Kenapa anak itu gue tulis di blog gue? Ini alasannya, pendapatan Reza per sekali ngamen ia bisa mendapatkan Rp 60.000, bahkan jika sedang beruntung dalam sehari ia bisa mendapatkan uang Rp 1 juta, begitulah yang ia katakan kepada kami.


Mendengar pengakuan anak kelas 2 SMP itu, gue lalu ingin beralih pekerjaan, kampret bangetkan tuh anak! Reza bukan hanya kampret, ia juga menarik, ketertarikan kami kepadanya tidak sampai disitu saja, ia juga berkata bahwa ia bercita-cita ingin menjadi seorang pilot, tetapi anehnya ia tidak ingin menjadi orang kaya, sungguh sebuah mimpi yang sangat bertolak belakang.

Reza, sayang dia gak mau difoto
Secara pribadi bocah itu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, ibunya bekerja disebuah cafe, adiknya di rumah, kakaknya bekerja sebagai kenek  bus dan ayahnya tengah dipenjara karena kasus narkoba. Sayangnya ia tidak menjelaskan lebih jauh kenapa ia tidak ingin menjadi orang kaya, tapi saat ia ditanya sekolah atau tidak ia menjawab.


"Ngapain anak jalanan gak sekolah" emang kampret nih anak.


Tetapi secara tidak langsung ia hanya ingin memberitahukan bahwa tidak semua anak jalanan itu berandal, coba bandingkan saja dengan anak-anak seusianya di tempat tinggal gue, sibuk menikmati masa kecil: Main motor, warnet, menghabiskan waktu dengan gawai, merokok dan melakukan hal-hal yang tidak penting lainnya.


Sosok anak itu patut menjadi panutan, meski anak jalanan berpenghasilan sangat luar biasa ia tidak memiliki gawai dan tidak merokok, sungguh sangat aneh, banyak uang tidak punya gawai, anak jalanan tapi tidak merokok, bercita-cita menjadi pilot tapi tidak ingin menjadi orang kaya, kehidupan masa kecil yang sungguh keras namun miliki sesuatu yang luar biasa jika dibandingkan anak seusianya di lingkungan rumah gue, sayang pembicaraan kita hanya sesaat karena ia harus melanjutkan kehidupannya dengan berpindah ke bus lainnya, tetapi dalam lubuk hati gue yang terdalam ketika menulis perjalanan gue ini, gue berharap kelak lo jadi orang yang berhasil Za.

Selamat datang di Gunung Cikuray

Tepat pukul 7.30 WIB tanggal 1 Mei kita benar-benar mendaki Gunung Cikuray, hal pertama yang ada dibenak gue, asik nih gunung pendek! Tetapi kenyataannya gunung ini bukan hanya pendek, mendaki gunung ini sangat menyenangkan, sayang karena pekerjaan gue di kantor yang setiap harinya bekerja dengan duduk dan gue di kampus juga duduk, terlebih gue jarang olahraga kecepatan gue ketika mendaki bisa diibaratkan dengan seekor siput.

Bukti bahwa gue ditinggalin!

Diperjalan menuju puncak Gue ditinggal sama Fiqri dan Harry, tapi gue ditemani sama Fajar, disini gue belajar apa itu solidaritas dan bersabar, walau sebenarnya Fajar sudah gereget banget melihat kecepatan gue mendaki.


“Anak-anak mana nih, anjir udah pos empat belum makan siang ini, gue udah lelah banget, kalo gak ingat teman sudah gue makan duluan logistik nih ” ungkap gue kepada Fajar di pos empat.


“Anak-anak ada di pos lima kali, yaudah ayo kita jalan lagi” ungkap Fajar, disini gue tahu apa itu semangat dan solidaritas.


Tapi sayang hingga pos enam anak-anak tak kunjung terlihat, kaki gue udah pada sakit, emang kampret kita kurang koordinasi dalam pendakian kita ini.


Menuju pos tujuh kita ketemu kedua anak kampret itu, dalam benak kita berdua Fiqri dan Harry sudah berada di puncak, sudah menderikan tenda dan makanan sudah siap. Tapi, kenyataan memang kadang tidak seperti harapan, jangankan mendirikan tenda, dapat lahan buat dirikan tenda saja kita tidak dapatkan, kadang disitu saya merasa nyesek.


“Fiqri lu di sini dulu yaa, gue mau ke atas dulu lihat apakah ada lahan buat kita dirikan tenda” cerita Harry kepada gue ketika ia menuju pos 7.

Foto ketika kami di tenda, gue masih BT sama Harry dan Fiqri!


Tapi sesampainya Harry kembali, lahan tempat kita sudah didirikan tenda lebih dahulu oleh kelompok lain, suasana hati kami menjadi kacau, mood hancur, apa lagi gue! Disitu gue merasa BT sama tuh anak berdua. Usut punya usut si Fiqri membagikan sebagian lahan kita kepada kelompok lain yang berasal dari Bekasi karena nasib kelompok mereka sama seperti kita, tidak mendapat lahan untuk mendirikan tenda. Balik lagi kepada doa gue sebelum berangkat


“Gue pegang dalam-dalam di hati gue, berkah bukan seberapa banyak rizki yang kita terima, tetapi berapa sebanyak berkah yang kita berikan untuk orang lain “


Mungkin jika Fiqri tidak memberikan sebagian lahan kita untuk mendirikan tenda pendakian kita ini tidak cukup menyenangkan, kenapa? Pertama ternyata tenda kita telalu besar untuk didirikan dilahan yang sempit, namun dengan baik hati kelompok tersebut meminjamkan kita tenda dan yang paling parahnya lagi gas yang kita beli tidak pas dengan kompor yang kita punya! Anjirr bisa mati kelaparan kita, tapi dengan sangat baik kelompok itu mau menukarkan gas milik mereka kepada kita. Disini kami belajar berbagi, sebaliknya ketika persedian air mereka tidak cukup banyak dan mereka membutuhkannya dengan sukarela kami memberikan sebagian air milik kita kepada kelompok pendaki asal bekasi itu.


Tapi gue ngeri karena kita tidak mendaptkan lahan untuk mendirikan tenda gara-gara Fiqri membagikan lahan untuk kita untuk oran lain, akibatnya kita harus mendirikan tenda dipingir jurang udah gitu konstruksi tanahnya bukan datar tapi menurun, kita benar-benar bertahan hidup diperjalanan ini.

Foto kami bersama kelompok asal Bekasi


Malamnya tenda mengalami masalah, dalam keadaan hujan tali pengikat tenda yang kita ikatkan dipohon putus, asem banget. Paginya jam enam hujan masih tak kunjung henti, gue sempat pesimis untuk mendaki ke puncak namun melihat banyak pendaki ke puncak, semangat kami untuk ke puncak semakin besar, balik lagi ke kelompok asal Bekasi itu, jika tanpa mereka mungkin kita akan sangat lelah karena harus membawa semua keril yang kita bawa hingga ke puncak, karena kami pada akhirnya menitipkan semua keril kepada kelompok mereka.

Di atas langit masih ada langit
Akhirnya kami berada di puncak Gunung Cikuray, saat kami di puncak gunung, kami berada di atas awan, namun di atas kami ada awan lagi. Disitu kami tahu, jadi manusia jangan sombong, karena di atas langit masih ada langit. Dan akhirnya kita pulang selamat sampai di rumah, alhamdulillah.

Foto kami ketika berempat ketika berada di puncak!
Kapan ?
Foto kami berempat ketika berada di puncak

Yang bawa bendera merah putih namanya Andhika, gue udah jauh-jauh ke Garut sampai puncak gunung masih aja ketemu anak Patal, Bumi itu sempit
Terima kasih Gunung Cikuray 2821 MDPL, 

Jumat, 24 April 2015

Sedikit Lebih Dekat dengan Kepala Yayasan Sasmita Jaya

Universitas Pamulang

Siapa yang menyangka jika sebuah yayasan pendidikan dengan puluhan ribu peserta didik yang telah berkembang menjadi sangat besar di kawasan kota Tangerang Selatan lahir dari sosok yang sederhana dan bersahaja. Darsono atau pak Dar, demikian kami mengenalnya, sosok sederhana yang terus termotivasi untuk terus bermanfaat bagi sesama.


Pengalaman dan Kisah Sulit Masa Lalu
Pak Dar pernah menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta jurusan ekonomi koprasi lulus dengan waktu delapan tahun. Sosok yang kita kenal sederhana itu menyelesaikan studi begitu lama bukan tanpa alasan, Pak Dar sendiri berjuang menuntut ilmu sambil bekerja sebagai pembuat batu-bata untuk membiayai kuliahnya.


“Dahulu ketika saya masih kuliah, saya juga bekerja menjadi pencari kulit padi untuk pembuatan batu-bata dari Yogya hingga Wonogiri, pernah juga tidak pulang hingga berhari-hari karena terjebaknya rusaknya jalan pegunungan, hingga keluarga menyatakan saya hilang. Padahal saat itu saya sedang Ujian Tengah Semester (UTS).” ujar Pak Dar.


Keluh kisah Pak Dar lagi, ia bahkan dahulu pernah mengulang satu mata kuliah hingga delapan semester dikarenakan dosen tersebut hanya melihat mahasiswa dari kehadiranya saja.


“Seingat saya dahulu, saya pernah mengikuti satu mata kuliah hingga delapan semester, karena dosen tersebut hanya menilai mahasiswa dari kehadirannya. Mahasiswa yang rajin diluluskan yang tidak rajin tidak diluluskan, hingga masuki tahap skripsi mata kuliah tersebut saya sampai berkunjung ke rumahnya untuk bisa mendapat nilai.” Tambah Pak Dar.


Berkat pengalaman hidupnya itu, ia pernah menjadi pengajar dan karena semua yang pernah ia rasakan untuk menuntut ilmu, Pak Dar bertekad untuk mebalas semua masa sulit kuliahnya dahulu dengan membangun Universitas Pamulang dengan harapan mulia untuk dapat berkontribusi melalui kesempatan pendidikan kepada semua kalangan masyarakat.


Tekad Kuat Menjadi Orang yang Berhasil
Bermula setelah lulus dari bangku sekolah Pak Dar meminta izin kepada kedua orang tua untuk mengadu nasib di Jakarta. Mengadu nasib di Jakarta nasib baik sempat menaunginya dengan diterimanya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) walaupun setelahnya ia mengundurkan diri dari PNS karena baginya pekerjaan tersebut tidak akan bisa merubah nasibnya dan karena untuknya ia tidak mau menerima nasib begitu saja.


“Prinsip saya adalah bekerja, berani melangkah dan mau melangkah karena saya tidak mau menjadi orang miskin dan menerima nasib begitu saja.” Ungkap pria yang telah menerima penghargaan ikatan alumni Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2014 itu.


Setelah keluar dari PNS Pak Dar membangun sekolah Yayasan sasmita Jaya dan setelahnya beliau mengakusisi Universitas Pamulang melalui naungan yayasan Sasmita Jaya di tahun 2000.

Mau untuk Melangkah dan Bekerja Keras
Menurut Pak Dar kebanyakan dari kita tidak mau kerja keras, tidak ada keberanian untuk berbuat sesuatu, padahal jika kita mempunyai keberanian untuk melangkah, kemungkian 50 persen kita akan berhasil dan 50 persen kita akan gagal. 

Pak Dar melanjutkan kebanyakan dari kita juga melangkah hanya menjadi sebuah angan-angan terlebih pada kalangan terdidik, padahal mereka juga tau konsep untuk menjadi kaya dan berhasil tetapi mereka tidak mau melangkah kesana. Jika hanya melamun tidak ada bedanya dengan tukang becak yang sedang melamun di atas becaknya.


“Mendakilah gunung yang tinggi secara berlahan kita akan tiba pada puncak, namun jika kita hanya melihat saja, kita tidak akan kemanapun, akhirnya kita hanya takut dengan tingginya puncak tersebut dan tidak akan kemana-mana” ujar pria yang terus mengelontorkan uang Rp 3,5 miliar untuk semua karyawannya itu.


Melalui Ilmu Akan Membawa Kesejahteraan
Pendidikan sangatlah penting, bahkan dahulu saya sampai nekat tetap bersekolah walaupun dilarang oleh kedua orang tua. Saya menyadari betul tanpa pendidikan kita akan menjadi orang terbelakang, oleh karenanya kita terus berjuang agar Universitas Pamulang bisa terus berkembang untuk bisa memberikan kesempatan pendidikan bagi semua lapisan masyarakat.


Pria yang suka berpenampilan sederhana ini meyakini melalui pendidikan bisa menjadi jalan keluar dari jeratan kemiskinan. Karena dengan adanya pendidikan derajat seseorang akan ditingkatkan menjadi lebih tinggi. Bodoh identik dengan kemiskinan, namun dengan ilmu, banyak jalan untuk membuat hidup menjadi lebih baik.


“Melalui pendidikan akan mebambah wawasan dan keterampilan pada diri kita, sehingga dapat meningkatkan produkstifitas, melalui ilmu juga bisa membawa kesejahteraan bagi hidup, namun jika ilmu tidak diaplikasikan maka ilmu itu akan menjadi sia-sia” tandas Pak Dar, anak keempat dari sembilan bersaudara dengan logat Jawanya yang masih terasa kental. (RFN/SNSA/FP/RS)



Tulisan ini gue buat bersama teman-teman sastra Indonesia ketika gue berada di semester empat, tulisan ini dibantu oleh Sudi, Firda dan Ratna, gue kangen sama masa-masa itu, sama seperti motto blog ini menulis untuk menjadi abadi. Walaupun masa-masa itu telah lewat melalui tulisan ini rasa itu akan pernah lewat. Terima kasih teman, terima kasih juga untuk dosen mata kuliah penulisan populer, Novi Diah Haryanti, tanpa arahan beliau dan dosen lainnya kita tidak akan berkembang hingga sejauh ini, terima kasih banyak.


Foto kenangan bersama Pak Darsono