Sabtu, 08 Agustus 2015

Pendaki-pendaki Kekinian? Apa Kita Termasuk di Dalamnya?



Gue kali ini mau nulis tentang kegelisan gue soal mendaki, iya hobi gue, bukan hobi si, sebenarnya lebih ke passion gue. 


Seperti yang sudah gue tulis sebelumnya, gue mendaki pertama kali sejak gue masih SMA di tahun 2009 dan sekarang sudah enam tahun berlalu sejak pendakian pertama gue. Sejak pendakian pertama itu gue merasakan ada sesuatu hal yang patut menjadi diskusi untuk kita semua.


Kalian pernah mikir gak kenapa banyak banget pendaki beberapa tahun belakang, lebih tepatnya sejak sebuah film bertemakan pendakian sebuah gunung dirilis di masyarakat, menurut gue film tersebut memberikan dampak pada tingkat kepopuleran kegiatan mendaki, selain itu media sosial juga ikut serta dalam meningkatkan stimulus masyarakat, khususnya pemuda pada kegiataan olahraga yang menghabiskan biaya cukup mahal ini.


Efek Media Sosial
Coba deh mulai saat ini sebelum mendaki kita tanamkan dalam diri kita khususnya buat gue sendiri untuk tidak ada Path dan Instagram atau media lainnya untuk pendakian kita, bukan apa-apa gue takutnya motivasi kita mendaki menjadi berbeda, yaa walaupun motivasi setiap orang berbeda-beda. Tetapi apakah kita bisa tidak mempublikasikan pendakian kita untuk orang lain? Apa kita harus melupakan tragedi Merapi? Tragedi Gunung Batu Jonggol dan tragedi lainnya yang patut menjadi pelajaran untuk kita semua.


Efek Film 5 Cm
Film 5 cm merupakan film drama Indonesia yang dirilis pada akhir tahun 2012. Film tersebut berceritakan tentang lima remaja yang telah menjalin persahabatan sepuluh tahun yang berkeingian mendaki sebuah gunung yang diotaki oleh seorang tokoh. Film ini sendiri berdampak cukup besar sebanding dengan media sosial untuk kepopuleran mendaki gunung.


Efek Domino dan Kenyataan yang Harus Dihadapi
Semakin Populernya dan semakin banyaknya minat pemuda untuk mendaki sebuah gunung menyisakan hal-hal negatif, terutama pendaki yang entah kenapa bisa dapat wahyu yang tak tahu asalnya, tiba-tiba mereka mendaki Gunung Semeru, Rinjani maupun gunung tertinggi lainnya, lalu menggembar-gemborkan ke media sosial telah mendaki kesalah satu gunung tertinggi di Indonesia itu, menyebalkan? bagaimana dengan perasaan gunung-gunung yang lainnya? Terus gunung yang lain lo anggap kecil, sehingga lo gak mau mendakinya terlebih dahulu?


“Lo abis mendaki kemana Bro?” tanya gue.
“Abis dari Semeru” jawab sohib gue.
“Lo pernah mendaki kemana aja?” tanya gue.
“Semeru Pendakian pertama gue”  jawab sohib gue.

Ini serius percakapan nyata, mungkin kalian pernah mendengar percakapan ini juga?


Banyaknya Sampah di Trek Pendakian
Ya, inilah hal paling menyebalkan, bagaimana tidak? Banyak pendaki yang dengan sengaja atau tidak meninggalkan sampah dari logistik yang mereka bawa. Dulu zaman pertama kali gue mendaki semua data logistik dicatat dan ketika hendak turun diperiksa, sehingga tidak mungkin banyaknya sampah berserakan di trek pendakian.


Harapan
Gue ingin banyak pendaki punya rasa segan untuk melakukan sebuah pendakian, tidak tiba-tiba ke Semeru, tiba-tiba ke Rinjani. Sebenernya itu hak mereka tapi apa tidak sebaiknya semuanya bertahap. Terakhir bawa sampah yang kita ciptakan hingga turun ke bawah, karena gunung bukanlah tempat sampah, namun tempat untuk kita menikmati dan mensyukuri ciptaan Tuhan.

Yaaa segitu dulu yaa teman-teman pembaca semoga bermanfaat, kalian juga bisa berkomentar tentang pendakian kalian di kolom komentar, terima kasih telah berkunjung.

(Gue bangga bawa sampah sampai bawah, karena gunung bukanlah tempat sampah)


Selasa, 04 Agustus 2015

Ini Kentut Bangetkan?



Selamat pagi, siang, sore dan malam bagi pembaca gue yang angin-anginan, waduh udah lama nih ane gak ngeblog (emot sedih bagaimana caranya gak mau tahu) ane gak ngeblog karena keyboard netbook ane lagi rusak, eh sekarang udah sehat kembali jadi sekarang ane udah siap berbagi apapun yang ada di dalam otak ane, ettt bukan duit woy! Gue gak punya duit, adanya uang, sama aja yak.


Gue percaya sebuah karya hadir dari sebuah kegelisan, kalo kata Radityadika gelisah dulu sukses belakangan, dan sekarang gue bakalan share kegelisahan gue terhadap pembelajaran yang gue alami.


Jadi tadi temen ane namanya Jojon (nama sebenarnya) ada sedikit masalah gitu dengan dosen, jadi doi dapet tugas drama, lalu dari drama itu dikumpulkan disebuah flasdisk, lalu doi berkomentar, begini kira-kira percakapannya.


“Baiklah anak-anak, tugas dikumpulkan ke dalam flasdisk kelompok kalian masing-masing” seru dosen mawar.


“Bagaimana jika dikumpulkan ke dalam satu flasdisk saja pak” tanya Jojon, ceritanya selesai biar kalian tebak sendiri bagaimana akhir cerita Jojon.


Menurut kalian apa yang salah pada kita? gue di sini mau mengulas beberapa hal yang patut diluruskan pada kita.


Sistem Pendidikan
Gue bingung sama sistem pendidikan kita yang melihat mahasiswa hanya dari kehadiran, jika kehadirannya baik nilai juga pasti baik, bagaimana bisa? Bagaimana kalo gue cuman dateng ke kelas lalu tidur? Dateng main gawai atau dateng cuman bengong? Gue pengen mahasiswa punya integritas katakan iya jika itu iya dan tidak jika itu tidak.


Nilai Adalah Segalanya
Kentut iya emang kentut, nilai adalah segalanya, bagaimana bisa seorang mahasiswa  bisa berkarakter jika hanya nilai yang menjadi acuan, bahkan seorang ilmuwan besar abad ke-20 berkata bahwa banyak orang bilang kecerdasan yang membuat ilmuan besar, tapi mereka salah karakterlah yang membuatnya. Kalian bayangkan hidup tanpa karakter bagai novel tanpa warna , datar kaya buku ilmiah.


Perusahan Mencari Pekerja dengan Jurusan Apapun
Sebenarnya ini lebih kentut sekentut-kentutnya, lo jurusan teknik kerja di Bank? kentut kan, inilah salah satu faktor mahasiswa enggan kritis karena masih banyak perusahaan yang mencari calon pegawai hanya berdasarkan gelar, bukan berdasarkan kemampuan. Jadi balik lagi keorientasi mereka dapat nilai bagus, lulus dan kerja. Buta pada kenyataan pada hal-hal melenceng yang harusnya diluruskan.


Pilihlah Kampus yang Mempuni
Legowolah teman, semua sesuai dengan teori sebab akibat, ente gak mungkin berlayar dengan kapal reot dengan layar kecil, ente harus berada di kapal besar dan kuat untuk siap melawan terjangan ombak, itulah kenapa banyak orang berduit pada belajar di luar negeri.

Ya kesimpualannya ane bakalan lebih sering-sering ngeblog, kalian jangan lupa ya untuk selalu mampir ke blog gue ini, terima kasih, salam hangat dari Adit (Enek).