Universitas Pamulang |
Siapa yang menyangka jika sebuah yayasan pendidikan dengan
puluhan ribu peserta didik yang telah berkembang menjadi sangat besar di kawasan
kota Tangerang Selatan lahir dari sosok yang sederhana dan bersahaja. Darsono
atau pak Dar, demikian kami mengenalnya, sosok sederhana yang terus termotivasi
untuk terus bermanfaat bagi sesama.
Pengalaman dan Kisah
Sulit Masa Lalu
Pak Dar pernah menuntut ilmu di Universitas Negeri
Yogyakarta jurusan ekonomi koprasi lulus dengan waktu delapan tahun. Sosok yang
kita kenal sederhana itu menyelesaikan studi begitu lama bukan tanpa alasan, Pak
Dar sendiri berjuang menuntut ilmu sambil bekerja sebagai pembuat batu-bata
untuk membiayai kuliahnya.
“Dahulu ketika saya masih kuliah, saya juga bekerja menjadi pencari
kulit padi untuk pembuatan batu-bata dari Yogya hingga Wonogiri, pernah juga
tidak pulang hingga berhari-hari karena terjebaknya rusaknya jalan pegunungan,
hingga keluarga menyatakan saya hilang. Padahal saat itu saya sedang Ujian
Tengah Semester (UTS).” ujar Pak Dar.
Keluh kisah Pak Dar lagi, ia bahkan dahulu pernah mengulang
satu mata kuliah hingga delapan semester dikarenakan dosen tersebut hanya
melihat mahasiswa dari kehadiranya saja.
“Seingat saya dahulu, saya pernah mengikuti satu mata kuliah
hingga delapan semester, karena dosen tersebut hanya menilai mahasiswa dari kehadirannya.
Mahasiswa yang rajin diluluskan yang tidak rajin tidak diluluskan, hingga
masuki tahap skripsi mata kuliah tersebut saya sampai berkunjung ke rumahnya
untuk bisa mendapat nilai.” Tambah Pak Dar.
Berkat pengalaman hidupnya itu, ia pernah menjadi pengajar
dan karena semua yang pernah ia rasakan untuk menuntut ilmu, Pak Dar bertekad
untuk mebalas semua masa sulit kuliahnya dahulu dengan membangun Universitas
Pamulang dengan harapan mulia untuk dapat berkontribusi melalui kesempatan
pendidikan kepada semua kalangan masyarakat.
Tekad Kuat Menjadi
Orang yang Berhasil
Bermula setelah lulus dari bangku sekolah Pak Dar meminta
izin kepada kedua orang tua untuk mengadu nasib di Jakarta. Mengadu nasib di
Jakarta nasib baik sempat menaunginya dengan diterimanya menjadi Pegawai Negeri
Sipil (PNS) walaupun setelahnya ia mengundurkan diri dari PNS karena baginya
pekerjaan tersebut tidak akan bisa merubah nasibnya dan karena untuknya ia
tidak mau menerima nasib begitu saja.
“Prinsip saya adalah bekerja, berani melangkah dan mau
melangkah karena saya tidak mau menjadi orang miskin dan menerima nasib begitu
saja.” Ungkap pria yang telah menerima penghargaan ikatan alumni Universitas
Negeri Yogyakarta tahun 2014 itu.
Setelah keluar dari PNS Pak Dar membangun sekolah Yayasan
sasmita Jaya dan setelahnya beliau mengakusisi Universitas Pamulang melalui
naungan yayasan Sasmita Jaya di tahun 2000.
Mau untuk Melangkah
dan Bekerja Keras
Menurut Pak Dar kebanyakan dari kita tidak mau kerja keras, tidak ada keberanian
untuk berbuat sesuatu, padahal jika kita mempunyai keberanian untuk melangkah,
kemungkian 50 persen kita akan berhasil dan 50 persen kita akan gagal.
Pak Dar melanjutkan kebanyakan dari kita juga melangkah hanya menjadi sebuah angan-angan terlebih pada
kalangan terdidik, padahal mereka juga tau konsep untuk menjadi kaya dan
berhasil tetapi mereka tidak mau melangkah kesana. Jika hanya melamun tidak ada
bedanya dengan tukang becak yang sedang melamun di atas becaknya.
“Mendakilah gunung yang tinggi secara berlahan kita akan
tiba pada puncak, namun jika kita hanya melihat saja, kita tidak akan
kemanapun, akhirnya kita hanya takut dengan tingginya puncak tersebut dan tidak
akan kemana-mana” ujar pria yang terus mengelontorkan uang Rp 3,5 miliar untuk
semua karyawannya itu.
Melalui Ilmu Akan
Membawa Kesejahteraan
Pendidikan sangatlah penting, bahkan dahulu saya sampai
nekat tetap bersekolah walaupun dilarang oleh kedua orang tua. Saya menyadari betul
tanpa pendidikan kita akan menjadi orang terbelakang, oleh karenanya kita terus
berjuang agar Universitas Pamulang bisa terus berkembang untuk bisa memberikan
kesempatan pendidikan bagi semua lapisan masyarakat.
Pria yang suka berpenampilan sederhana ini meyakini melalui
pendidikan bisa menjadi jalan keluar dari jeratan kemiskinan. Karena dengan
adanya pendidikan derajat seseorang akan ditingkatkan menjadi lebih tinggi.
Bodoh identik dengan kemiskinan, namun dengan ilmu, banyak jalan untuk membuat
hidup menjadi lebih baik.
“Melalui pendidikan akan mebambah wawasan dan keterampilan
pada diri kita, sehingga dapat meningkatkan produkstifitas, melalui ilmu juga
bisa membawa kesejahteraan bagi hidup, namun jika ilmu tidak diaplikasikan maka
ilmu itu akan menjadi sia-sia” tandas Pak Dar, anak keempat dari sembilan
bersaudara dengan logat Jawanya yang masih terasa kental. (RFN/SNSA/FP/RS)
Tulisan ini gue buat bersama teman-teman sastra Indonesia
ketika gue berada di semester empat, tulisan ini dibantu oleh Sudi,
Firda dan Ratna, gue kangen sama masa-masa itu, sama seperti motto blog ini menulis
untuk menjadi abadi. Walaupun masa-masa itu telah lewat melalui tulisan ini
rasa itu akan pernah lewat. Terima kasih teman, terima kasih juga untuk dosen mata kuliah penulisan populer, Novi Diah Haryanti, tanpa arahan beliau dan dosen lainnya kita tidak akan berkembang hingga sejauh ini, terima kasih banyak.
Foto kenangan bersama Pak Darsono |